Senin, 12 Desember 2011

pemikran filsafat sebelum sokrates

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Orang-orang Yunani sebelum abad ke 6 SM  masih mempercayai dongeng-dongeng atau mitos. Segala sesuatu harus diterima sebagai suatu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan lagi. Saat itu logos (akal) tidak berbicara. Segala sesuatu harus dinyakini dengan iman.
Tapi  pada abad ke 6 SM mereka mulai meragukan mitos, dikarenakan ketidakpuasan mereka terhadap mitos tersebut. Sudah sebagai nilai wajar, bahwa manusia akan mencari sesuatu yang lebih menarik (yang memberikan kepuasan lebih) seperti halnya pencarian dalam pemikiran hal-hal mistis yang menurut mereka lebih dekat dengan kata kekal. Dengan pemikiran-pemikiran yang mendalam mereka dapat menemukan jawabannya, yang biasanya proses pemikiran tersebut dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan.
Oleh karena itu mulai timbul para filosofi-filosofi yunani yang mengemukakan teori mereka. Yang pada dasarnya, filsafat itu sendiri adalah cinta kebenaran. Hal itu diambil dari ‘filo’ (cinta) dan ‘sofi’ (kebenaran)
           
A.    Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas, muncul berbagai rumusan masalah yang dapat kita uarikan dalam makalah ini sebagai berikut :
1.      Siapa  saja filsuf  yang ada sebelum sokrates?
2.      Bagaimana teori-teori filsafat sebelum sokrates?

B.     Tujuan Masalah
Setelah rumusan masalah diatas tujuan dari makalah ini :
1.      Mengetahui ajaran-ajaran filsafat sebelum sokrates
2.      Mengetahui teori-teori filsafat yang ada sebelum sokrates
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Thales (624-546 SM)
Dilahirkan di Milatos, pulau Ionia, Yunani. Beliau dijuluki sebagai bapak filsafat karena menurut sejarah, dialah orang yang bermula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia mengajukan pertanyaan mendasar: what is the nature of the world stuff ? (apa sebenarnya bahan alam semesta ini?).
Pendapat Thales:
v  Air adalah bahan utama darimana segala sesuatu dibuat.[1]
Air adalah zat yang dapat bersifat padat  sebagai es, cair sebagai air, gas sebagai uap dan udara (hydrogen dan oxygen ).
Dan ada sekelompok orang yang melebih-lebihkan pendapat Thales dengan menuduh bahwa kesimpulan serupa diambil oleh Raulullah saw setelah lebih dari dua belas abad tatkala Allah swt berfirman:
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù ( $oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( Ÿxsùr& tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
30. ( Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu. Kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?)


v  Bahwa dalam segala sesuatu terdapat juga Tuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa Thales bukanlah seorang materialis. Bagi Thales, Tuhan serupa dengan roh abadi bagi segala isi alam seperti kesatuan jiwa dengan jasmaniah kita. Tuhan terdapat dalam segala-gala Magnet menarik besi. Dalam magnet pun terdapat jiwa atau ruh, karena dia dapat menggerakkan besi.
Demikianlah Thales menurunkan dewa dari kahyangan dan menempatkannya dalam segala sesuatu sebagaimana penyair-penyair Yunani menurunkan dan menempatkan dewa-dewa mereka pada puncak gunung Olympus.

B.     Anaximander (611-547 SM)
Anaximander (Anaximandros) merupakan murid Thales, meninggal dua tahun lebih dulu dari Thales. Dia juga merupakan penentang dari paham Thales.
Pendapat Anaximander:
v  Tidak mungkin segala sesuatu berasal dari air, akan tetapi dari bahan lain[2]
Dia menolak menegaskan dari bahan apa segala sesuatu terjadi. Dia hanya menyatakan bahwa segala sesuatu terjadi dari suatu bahan yang tidak dapat ditentukan, yaitu Apeiron.
Menurut John Burnet, ahli sejarah filsafat yunani dari Inggris; Apeiron ialah sesuatu tidak terbatas darimana segala sesuatu terjadi dan kepadamana mereka kembali lagi.
v  Asal mula sesuatu itu satu (tidak jamak), tidak berkeputusan dan tidak terhingga. Ia selalu bekerja dan tidak terhenti dan yang dijadikannya tidak terhingga jumlahnya.[3]

C.    Anaximenes (585-525 SM)
Seperti halnya Thales dan Anaximander, Anaximenes juga berasal dari Miletos. Dia juga merupakan murid dari Anaximander, tak heran jika pemikirannya ada kesamaan dengan gurunya. Pendapatnya lebih menunjuk kepada sesuatu yang jelas dalam pengertian namun tidak terbatas ujung dan pangkalnya dalam kenyataan.
Pendapat Anaximenes:
v  Udara, sebagai bahan pokok darimana alam dibuat.
Menurut dia, ruh adalah udara, api juga udara-udara dalam keadaan memuai. Jika dipadatkan, udara mula-mula menjadi air, kemudian dipadatkan lagi menjadi tanah, dan akhirnya menjadi batu.
v  “Sebagaimana ruh dan jiwa kita terdiri dari udara yang mengelilingi kita, begitu pula nafas dan udara mengepung dunia keseluruhannya.”
v  Bahwa bumi berbentuk datar dan terapung di atas udara dari atas penjuru seperti daun kering yang sedang berterbangan. Benda-benda di langit juga terapung di atas udara.

D.    Pythagoras (580-500 SM)
Seorang filosof yang berasal dari pulau Samos ini mempunyai pandangan berbeda dengan filosof pendahulunya. Thales mengatakan air, Anaximander mengatakan peiron (sesuatu yang tidak terbatas), Anaximenes mengatakan udara, yang dapat kita anggap sebagai sithesis antara apeiron dan benda tertentu. Sedangakan Pythagoras beranggapan bahwa hakekat dari segala sesuatu ialah angka.
Kalau dahulu bangsa yunani hanya mementingkan kegagahan dan kekuatan badan karena terpengaruh oleh para ahli syair-syair homrus. Maka semenjak tersiarnya filsafat phytagoras, mulailah perhatian mereka ditujukan kepada budi dan akal (ilmu pengetahuan).
Pendapat Pythagoras:
v  Batas, bentuk dan angka adalah sesuatu yang sama.
Benda satu dengan benda lain dibatasi oleh angka, menentukan segala sesuatu adalah melalui bilangan.
Segala sesuatu dalam alam raya tidak tertentu dan tidak menentu, benda atau materi adalah sesuatu yang tidak tertentu, baru setelah memiliki batas bentuk dan angka ia menjadi tentu dan pasti.
v  “All things are number”
Tampak seolah-olah nonsense dan omong kosong belaka, akan tetapi justru ajaran itulah yang menjadi salah satu pokok pangkal ilmu hakekat, ilmu pasti, theology, mistika dan tasawuf. Semakin besar kegagalan yang ditemui orang dalam hidupnya sehari-hari, semakin besar kesediaan dia untuk terbang dari dunia kebendaan dan merindukan sesuatu yang hakiki dan abadi, semakin besar kesediaannya menerima barang keramat dan mistik.[4]
v  Jiwa itu adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh ke dunia.
Karena berdosa dan dia akan kembali kepada tuhan setelah bersih dosanya. Kepergian ini tidak bisa dicapai sekaligus, tapi harus melalui dunia jiwa. Yaitu masuk berulang kembalinya ke dalam tubuh mahkluk setelah mendapatkan bermacam-macam siksa dan penderitaan, barulah jiwa itu suci dan dapat kembali kehadapan tuhan (ke dalam linkungan tuhan).
Dalam penyucian jiwa ini Phytagoras mengajarkan:
a.       Melarang makan daging dari binatang berjiwa
b.      Mengajarkan hidup zuhud.
c.       Menganjurkan untuk menyiksa diri orang yang hendak memasuki tarekat phytagoras dengan cara menyuruh berdiam diri tidak berkata-kata selama 5 tahun.
v  Bumi ini berbentuk bulat.
Menurut dia bentuk yang paling sempurna dalah bentuk bulat, karena itu bumi pun harus berbentuk bulat. Pendapat ini menjadi acuan pertama bagi pemikir ilmu bumi pada masa selanjutnya.
E.     Xenophenes (570-480 SM)
Di samping filosof, dia seorang penyair. Syair-syairnya lebih menitik beratkan pada pendidikan masyarakat dalam beragama dan berbakti kepada Tuhan, khususnya di kota Elea,Yunani.
Pendapat Xenophenes:
v  Tuhan hanya ada satu, Dia tidak serupa dengan manusia karena dia sempurna dan kesempurnaannya itu adalah tunggal.
Dia mengecam kepada penyair-penyair yang menggambarkan Tuhan sebagai dewa-dewa yang mempunyai sifat-sifat seperti manusia.
“kalau manusia mengira bahwa Tuhan serupa dengan manusia, berkaki, bertangan, dll. maka hewan pun kalau pandai menggambar bentuk, ia akan menggambar serupa dengan dirinya.” Padahal hakikat Tuhan mustahil digambarkan oleh manusia.[5]
v  Tuhan itu bersatu dengan alam, karena Dia mengisi seluruh alam.
v  Matahari dan bintang-bintang adalah uap yang panas yang menyala-nyala. Bila hari telah malam, matahari dan bintang menjadi musnah. Untuk penggantinya terjadilah matahari dan bintang-bintang baru yang terdiri dari uap.
v  Dunia ini selalu dalam perubahan.
Menurutnya, kulir-kulit tiram yang pernah dijumpai di gunung menunjukkan bahwa gunung itu dahulunya laut. Dahulu laut sekarang gunung, dahulu ada sekarang tiada, demikianlah timbul dan musnah, ada dan tiada timbul silih berganti.

F.     Heraklitos( 540-475 SM)
Lahir di Ephesus, sebuah kota perantauan di Asia kecil. Ia mengemukakan bahwa segala yang ada itu “sedang menjadi” dan selalu berubah. Heraklitos terkenal dengan ucapannya: “pantai rei kai uden menci” yang berarti segala sesuatunya mengalir bagaikan arus sungai, sehingga tidak satu orangpun dapat masuk ke sungai yang sama dua kali. Sebab air sungai yang pertama sudah mengalir, berganti dengan air yang dibelakangnya. Demikian juga halnya dengan segala yang ada, tiada yang tetap semuannya berubah. Hakikat dari segala sesuatu adalah “menjadi”.
Pendapat Heraklitos:
v  pengetahuan sejati adalah pengetahuan yang berubah-rubah, sehingga realitas merupakan sesuatu yang khusus dan dinamis.
v  Realitas adalah dunia materi dimana tiap-tiap realitas berbeda satu dengan yang lainnya, tidak ada hal yang tetap berlaku umumya.
v  Setiap benda merupakan sintensis dari hal-hal yang saling bertentangan, dua ekstrim yang saling bertolak belakang.
Segala hal yang ada mengandung di dalam dirinya keingkaran (onkenning) dari dirinya sendiri. Namun pertentangan itulah yang justru menciptakan suatu kesatuan, keharmonisan yang paling indah. Yang satu adalah banyak dan sebaliknya yang banyak adalah satu. Setiap pertentangan menciptakan keadilan, seperti: musim dingin dan musim panas, siang dan malam, bangun dan tidur, cinta dan benci, tua dan muda, dan sebagainya, yang masing-masing adalah sama, dan mengandung maksud sendiri-sendiri. Segala yang ada lahir dari pertentangan seperti yang muda menjadi tua dan yang tua melahirkan yang muda, unsur yang satu hidup karena matinya unsur yang lain dan sebagainya.
v  Dunia adalah satu.
Semua benda saling berhubungan, meskipun pertama-tama saling bertentangan, dan dibalik segudang benda yang ada di dunia ini ada suatu kesatuan tunggal.
 Logos-logos menyatukan segala hal yang tampak bertentangan, memberikan tatanan bagi kekacauan, memberikan hukum bagi perubahan dan perizinan. Dan Logos bukanlah jenis lain dari bahan.
Dan perbedaan antara dunia dan penampakannya yang kita jumpai dalam pandangan sehari-hari terhadap benda-benda dunia sebagaimana adanya. Menurut orang yang terbijak di antara para filsuf ini, tidak pernah terlihat lebih besar.
v  Segala yang ada adalah selalu berubah dan “sedang menjadi”. Asas pertama dari semua itu adalah api.
Api adalah lambang perubahan dan sekaligus kesatuan. Api memusnahkan segala yang ada dan mengubahnnya menjadi abu dan asap.
v  Logos (akal atau wahyu) adalah hukum dan mengendalikan segala sesuatu, dan manusia akan selamat bila hidup sesuai dengan logos.
Di dalam logos segala sesuatu adalah satu. Dari yang satu itu lahirlah segala sesuatu dan segala sesuatu itu menciptakan yang satu. Kesatuan hanya mungkin tercipta dari pertentangan, sehingga dikatakan bahwa peperangan adalah bapa segala sesuatu. Segala pertentangan itu bersatu dan membentuk harmoni yang paling indah. Hukum tersebut berlaku untuk segala yang ada : mengatur alam semesta dan hidup manusia.
v  Kemajuan yang ada di dunia ini adalah dari pertentangan dan perjuangan.
Hal ini adalah dikarenakan segalanya ini adalah berubah, jadi dunia ini dapat dikatakan tempat perjuangan dan tempat pertentangan. Perjuangan dan pertentangan itu adalah segala pokok kemajuan, yang merupakan hasil dari kompetisi.

G.    Parmenides (540-470 SM)
Dilahirkan di Elea, dia seorang politikus yang menjabat jabatan tertinggi dalam ilmu pemerintahan. Dia murid dari Xenophenes, sehingga pokok-pokok filsafat Xenophenes menjadi pokok pembicaraan di dalam filsafat Parmenides.
Pendapat Parmenides:
v  Kebenaran itu ada yaitu kebenaran bulat dan penuh.
Yang dimaksud disini adalah Tuhan, tetapi manusia hanya sampai kepada kebenaran itu dengan jalan berfikir menggunakan akal atau logika.
v  Yang ada itu satu dan tetap, yang banyak tidak ada.
Dari sini terlihat bahwa Parmenides termasuk paham monotheisme, dalam wujud istilah arabnya “wihdatul wujud”.

H.    Democritos (460-370 SM)
Filsafat Democritos lebih menitikberatkan dalam pembahasannya tentang “ADA”. Beliau diakui sebagai tokoh atau pelopor besar yang telah meletakkan dasar ilmu pengetahuan.
Pendapat Demokritos:
v  Keadaan yang ada itu terdiri dari atom-atom.
Dia memberi titik berat kepada keadaan-keadaan yang ada. Dan sudah sewajarnya apabila beliau berkesimpulan bahwa; ”Tidak Ada itu Ada”. Maksudnya, kenyataan itu terdiri dari ada dan tidak ada.
Sifat atom itu sendiri keras susunannya dan macam-macam bentuknya, atom itu selalu bergerak disebabkan atom yang satu didorong atau didesak oleh atom yang lain, adapun jalannya atom-atom itu lurus. Tetapi dalam perjalanan itu saling bertubrukan, karena adanya pertubrukan inilah maka terjadi peristiwa planet. Kalau atom bersatu, maka timbullah kelompok alam yang bermacam-macam, seperti air dan pohon yang bermacam-macam. Hal  inilah yang nantinya akan timbul faham materialis.
v  Bahwa materi sebagai unsur yang terkecil tidak dapat hancur (apa saja tidak dapat hancur) ini sampai pada kesimpulan bahwa alam ini kekal, yang berubah-rubah itu adalah susunannya.
v  Proses bergeraknya segala sesuatu itu abadi.
v  Adanya energi (wet keseimbangan) atau hukum gerakan.
v  Tidak ada yang terjadi secara kebetulan, tetapi selalu mengikuti wet.
v  Segala sesuatu itu tidak  mempunyai  tujuan sendiri, tetapi diatur oleh induk tujuan.

Sofisme
Suatu aliran yang berpaham bahwa kebenaran itu relatif adanya, yang terlahir di Yunani sekitar abad ke 5 SM. Dalam garis besarnya, terletak pada sesuatu yang nampak khusus yang dapat dicapai oleh panca indera manusia. Semua pengetahuan manusia bersifat relatif dan pada akhirnya tidak benar sama sekali.
Aliran  ini dipraktekkan oleh kaum sufis, nama suatu kelompok cendekiawan yang mahir berpidato pada zaman yunani kuno. Mereka selalu berusaha memengaruhi khalayak ramai dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung.
Gorgias, salah seorang tokoh kaum sofis berpendapat[6]:
v  Tak satu pun yang ada.
v  Jika ada sesuatu pun tidak dapat dipahami.
v  Jika sesuatu dapat dipahami, orang tak dapat mengatakan apapun tentangnya.
Meskipun sezaman, kaum sofis dipandang sebagai penutup era filsafat pra-sokrates, sebab Sokrates akan membawa perubahan besar di dalam filsafat Yunani.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Istilah filsafat yang dikenal hingga kini, berawal dari yunani. Thales adalah filosof pertama yang dikenal sebagai bapak filsafat. Dan setelahnya, barulah muncul filosof-filosof dengan pemikiran  yang lebih berkembang. Seperti Anaximander dengan teori apeiron-nya, Anaximenes dengan teori udara-nya, Pythagoras dengan teori angka dan zuhud, Xenophenes dengan konsep Tuhannya Heraklitos dengan teori hubungan realitas dan logos, Parmenides dengan monotheisme dan Demokritos dengan teori atom-nya.













DAFTAR PUSTAKA
Solomon, Robert C, sejarah filsafat,Bentang Budaya, 2000
Anhari, Masjkur, filsafat sejarah, Diantania, Surabaya, 2007
Suhar, filsafat umum,GP Press, Jakarta, 2009
Sudarsono, ilmu filsafat suatu pengantar,Rineka Cipta, Jakarta, 2001
Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011


[1] Suhar, filsafat umum, GP Press, Jakarta, 2009, hal.53
[2] Suhar, filsafat umum, GP Press, Jakarta, 2009, hal.55
[3] Sudarsono, ilmu filsafat suatu pengantar,Rineka Cipta, Jakarta, 2001, hal.15
[4] Suhar, filsafat umum,GP Press, Jakarta, 2009, hal.65
[5] Anhari, Masjkur, filsafat sejarah, Diantania, Surabaya, 2007, hal.64
[6] Solomon, Robert C, sejarah filsafat,Bentang Budaya, 2000,hal.73

Tidak ada komentar:

Posting Komentar